IMPLEMENTASI
FALSAFAH GUSJIGANG
DALAM
KEHIDUPAN MASYARAKAT KUDUS
KARYA TULIS
Disusun dalam Rangka Mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Jawa Tengah oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Kudus
Tahun 2014
Disusun
oleh :
Anggita
Adelina (13261)
SMA NU AL MA’RUF KUDUS
Jalan
AKBP. R. Agil Kusumadya No. 2
Telp
(0291) 438939 Kudus
PENGESAHAN
Karya tulis yang berjudul Implementasi Falsafah Gusjigang dalam
Kehidupan Masyarakat Kudus telah
disetujui oleh pembimbing untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah yang
diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Kudus tingkat Jawa Tengah Tahun
2014.
Kudus,
20 Oktober 2014
Pembimbing
Mahmudah, S.Pd.
Mengetahui,
Kepala
SMA NU Al Ma’ruf Kudus
Drs.
H. Shodiqun, M.Ag
NIP. 19590226 198303 1 007
SURAT PERNYATAAN
Yang
bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Anggita Adelina
Sekolah :
SMA NU Al Ma’ruf Kudus
Menyatakan
bahwa karya tulis yang berjudul Implementasi
Falsafah Gusjigang dalam Kehidupan Masyarakat Kudus dalam rangka
mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Pelajar tingkat Jawa Tengah yang
diselenggarakan oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Kudus tahun 2014 adalah orisinil, tidak hasil plagiasi dari
karya orang lain.
Kudus, 20 Oktober 2014
Anggita
Adelina
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ini dengan lancar.
Tulisan yang berjudul Implementasi Falsafah Gusjigang dalam Kehidupan
Masyarakat Kudus dimaksudkan untuk mengikuti Lomba
Karya Tulis Ilmiah tingkat Jawa Tengah
yang diselenggarakan oleh Pusat
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus
tahun 2014.
Tulisan ini
dapat terselesaikan berkat usaha penulis yang sungguh-sungguh dan bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada
:
1. Drs.
H. Shodiqun, M.Ag. Kepala SMA NU Al Ma’ruf Kudus
2. Mahmudah,
S.Pd yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tulisan
ini.
3. Semua
pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih ada
kekurangan. Oleh
karena itu, kritikdan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan
tulisan ini. Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.
Kudus,
20 Oktober 2014
Penulis
ABSTRAKSI
Anggita
Adelina. 2014. Implementasi Falsafah
Gusjigang dalam Kehidupan
Masyarakat Kudus
Pembimbing
Mahmudah, S.Pd.
Kata
kunci : Implementasi falsafah gusjigang
dalam kehidupan masyarakat kudus.
Indonesia adalah
negara yang mempunyai beraneka budaya, agama, dan sosial yang berbeda-beda di
setiap provinsi bahkan di setiap kotanya, termasuk di Kudus. Perbedaan
kepercayaan, status sosial, adat istiadat, kebiasaan, budaya tidak menjadikan
Kota kudus tercerai berai. Melainkan menjadikan Kota kudus dipenuhi dengan
perbedaaan yang harmonis untuk menjalankan hidup bersama-sama. Meskipun
mayoritas agama di Kota Kudus adalah Islam, tetapi mereka sangat menghormati,
bertoleransi dan menghargai agama lain.
Rumusan dalam karya
tulis ini adalah apakah falsafah Gusjigang itu, tinjauan ekonmi, religi dan
sosial budaya falsafah Gusjigang bagi masyarakat Kudus, implementasi falsafah
gusjigang bagi masyarakat Kudus. Tujuan mengetahui tentang falsafah Gusjigang,
mendiskripsiakan beberapa tinjauan Gusjigang, dan mendiskripsikan cara
implementasi falsafah Gusjigang. Manfaat diharapkan mampu memotivasi kepada
generasi muda, masyarakat dan pemerintah untuk selalu melestarikan dan
menerapkan falsafah falsafah yang mempunyai makna, sejarah dan perubahan bagi
yang menerapkannya.
Sasaran penelitian
ini falsafah Gusjigang yang akan diimplementasikan pada masyarakat Kudus.
Sumber data diperoleh dari buku literatur, internet dan dari tokoh masyarakat
yaitu Bapak Deni. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka, wawancara dan
observasi terhadap objek yang berkaitan. Teknik analisis data menggunakan
teknik indutif. Hasil dari penelitian ini adalah Falsafah
Gusjigang adalah falsafah hidup yang diajarkan oleh Sunan Dja’far Shodiq yang
jika dijabarkan terdiri dari 3 rangkaian kata yaitu ‘gus’ bagus, ‘ji’ ngaji,
‘gang’ dagang. Sunan Kudus mengajarkan berdagang untuk
bertahan hidup karena tidak memungkinkan untuk bercocok tanam dan melaut pada lahan Kota kudus yang sempit dan tidak diapit
oleh pantai-pantai. Pada falsafah Gusjigang, semua ajaran dari falsafah
Gusjigang mengandung aspek-aspek religious. Falsafah Gusjigang yang saat itu mendarah daging pada jiwa
masyarakat Kudus Kulon menyebabkan Kudus dikenal sebagai kota “Saudagar”
sekaligus kota “santri”. Falsafah tersebut dapat
diimplementasikan pada masa kini yaitu penerapan akhlak
sopan, santun dan etika pada generasi muda, mengubah
mental masyarakat Kudus saat ini menjadi pribadi yang mempunyai mental seorang
pengusaha, meningkatkan kepedulian dan semangat
menyebarluaskan dakwah Islam dengan dukungan yang kuat dari usaha dagang atau
bisnis.
Adapun hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa falsafah Gusjigang adalah sebuah
falsafah yang diajarkan oleh Sunan Kudus dalam membangun karakter masyarakat
Kudus, Falsafah Gusjigang yang diterapkan
kepada masyarakat Kudus mempunyai pengaruh besar yang dapat ditinjau dari aspek
ekonomi, religi, dan sosial budaya, agar
falsafah tersebut dapat diimplementasikan
di masyarakat perlu dilakukan usaha usaha tertentu.
Saran
bagi generasi muda, masyarakat, pemerintah adalah agar menerapkan
falsafah falsafah hebat yang didalamnya mengandung makna yang berpengaruh besar
yang mempunyai sejarah tersendiri didalam falsafah tersebut.
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
PENGESAHAN ............................................................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN.............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................. iv
ABSTRAKSI ................................................................................................................ v
DAFTAR ISI ................................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar
Belakang Masalah.......................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................................... 2
C. Tujuan
Penelitian .................................................................................................... 2
D. Manfaat
Penelitian .................................................................................................. 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA ....................................................................................... 3
BAB III METODE
PENELITIAN .............................................................................. 7
A. Sasaran Penelitian .................................................................................................. 7
B. Sumber
Data ........................................................................................................... 7
C. Teknik
Pengumpulan Data ...................................................................................... 7
D. Teknik
Analisis Data ............................................................................................... 7
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................ 8
A. Sejarah Falsafah Gusjigang
..................................................................................... 8
B. Tinjauan Ekonomi, Religi, dan Sosial Budays Falsafah
Gusjigang ........................ 9
C. Implementasi Falsafah Gusjigang pada Masa Kini
................................................. 11
BAB V PENUTUPAN ................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia adalah negara yang mempunyai beraneka
budaya, agama, dan sosial yang berbeda-beda di setiap provinsi bahkan di setiap
kotanya, termasuk di Kudus. Perbedaan kepercayaan, status sosial, adat
istiadat, kebiasaan, budaya tidak menjadikan Kota kudus tercerai berai.
Melainkan menjadikan Kota kudus dipenuhi dengan perbedaaan yang harmonis untuk
menjalankan hidup bersama-sama. Meskipun mayoritas agama di Kota Kudus adalah
Islam, tetapi mereka sangat menghormati, bertoleransi dan menghargai agama
lain. Rasa saling menghargai antar umat agama tersebut dimulai sejak Sunan
Dja’far Shodiq menyebarkan agama Islam di Kudus yang awalnya adalah kota
bermayoritas agama Hindu. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk arsitekstur
Menara Kudus dan benda monumental lainnya lainnya yang berbentuk penggabungan
budaya Hindu dan Islam.
Menara Kudus dan Masjid Al Aqsha adalah salah satu
bukti berkembangnya agama Islam yang sangat pesat di Kota Kretek ini. Tetapi
dibalik benda monumental yang sangat terkenal itu, Kota Kudus mempunyai
falsafah yang sangat mendalam nilainya bagi masyarakat Kudus saat itu adalah
falsafah Gusjigang. Falsafah ini memberikan banyak sekali perubahan positif dan
warna baru bagi masyarakat Kudus. Seiring perkembangan zaman, falsafah ini
semakin pudar oleh perkembangan zaman dan globalisasi yang begitu cepat. Bahkan
masyarakat yang hidup pada abad ini banyak yang tidak mengenal falsafah
Gusjigang.
Pada awalnya Kota kudus hanyalah kota kecil biasa.
Tetapi setelah falsafah Gusjigang diajarkan dan disebarluaskan, Kota Kudus
menjadi kota yang makmur baik dalam bidang religi, sosial budaya maupun bidang
ekonomi. Selain itu, Kota Kudus kembali bersinar dan mampu memberikan motivasi
dan spirit bagi setiap masyarakat Kudus pada zamannya. Jika diterapkan kembali
pada era sekarang ini akan mengembalikan
motivasi dan spirit masyarakat Kudus untuk memangun masyarakat yang lebih maju,
religius, berakhlak dan makmur sejahtera. Selain itu, dagang sendiri adalah
bagian yang diajarkan dalam falsafah Gusjigang oleh Sunan Kudus. Melewati
falsafah Gusjigang, masyarakat Kudus bersaing dan berlomba-lomba untuk
memajukan usaha daganganya hingga timbulah jiwa enterpreneurship yang jika
diterapkan pada masa kini akan dapat mengurangi angka pengangguran di Kota
Kudus.
Falsafah Gusjigang ini dapat dijadikan salah satu
penangkal dampak negatif globalisasi khususnya bagi pemuda yang memiliki sifat
labil dalam menghadapi kehidupannya. Perlu dihidupkan dan digaungkan kembali ke
masyarakat termasuk generasi muda agar dapat membentuk generasi muda memiliki
kualitas keimanan yang tinggi, berilmu dan berakhlak mulia sehingga mampu
membentengi diri dari pengaruh negatif modernisasi dan globalisasi sehingga
tercipta masyarakat Kudus yang religius sesuai dengan sebutan Kudus sebagai
Kota Santri
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah falsafah
Gusjigang itu ?
2.
Bagaimana tinjauan
ekonomi, religi dan sosial budaya falsafah Gusjigang bagi masyarakat Kudus ?
3.
Bagaimana implementasi
falsafah Gusjigang bagi masyarakat Kudus saat ini ?
C. Tujuan
Masalah
1.
Mengetahui tentang
falsafah Gusjigang.
2.
Mendiskripsikan
beberapa tinjauan ekonomi, religi dan sosial budaya falsafah Gusjigang bagi
masyarakat.
3.
Mendeskripsikan cara
implementasi falsafah Gusjigang bagi masyarakat Kudus saat ini.
D. Manfaat Penelitian
Beberapa
manfaat yang dapat diambil penyusunan karya tulis, antara lain adalah bagi para
pemuda dapat termotivasi untuk selalu mengingat sejarah dan menerapkan nilai
nilai positif yang terkandung dalam sejarah minimal kotanya sendiri. Sehingga
dengan otomatis penerapan positif pada zaman dahulu tidak tenggelam oleh
kenangan karena dalam sejarah selalu memiliki kebiasaan menerapkan hal-hal
positif yang dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik yang perlu
dilestarikan. Bagi masyarakat dapat tergugat niatnya untuk mempelajari dan
menerapkan falsafah falsafah yang membawa perubahan dalam kehidupan ini. Bagi
pemerintah dapat menjadikan falsafah-falsafah yang mempunyai makna yang besar,
sebagai dasar mereka mengatur dan mensejahterkan rakyat.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA
A. Falsafah
Gusjigang
Falsafah
adalah satu disiplin ilmiah yang mengusahakan kebenaran yang umum dan asas.
Perkataan falsafah berasal dari bahasa Arab yang juga berasal dari perkataan
yunani “philosophia” yang bermaksud “cinta kepada hikmah”. Secara umumnya
falsafah merupakan satu usaha pemikiran yang tuntas. (ms.m.wikipedia.org/wiki/falsafah)
Sementara itu, warga kudus telah lama dikenal
sebagai gusjigang (bagus, ngaji dan dagang), yaitu harus bagus akhlaknya, tekun
mengaji dan terampil berdagang. Memposisikan falsafah Gusjigang sebagai penanda
untuk umat Islam di Kudus memiliki hubungan paradigmatik dengan Kanjeng Sunan
Kudus yang waliyyul ‘ilmy dan “wali saudagar”. Penanda Sunan Kudus sebagai
Waliyyul ‘ilmy melahirkan stok tanda paradigmatik “varian orang santri yang
gemar mengaji”, sementara tanda Sunan Kudus sebagai “wali saudagar” juga
melahirkan tanda paradigmatik “varian santri dengan etos berdagang. Maka dengan
perspektif ini, gejala budaya paradigmatik yang bisa diserap dari pola hubungan
tanda tersebut melahirkan identitas budaya gusjigang yang melekat bagi orang
kudus meski semula tumbuh subur hanya komunitas ‘wong ngisor menoro’ (kudus
barat). (Abdurrahman Kasdi, 2013, Nu dalam Tantangan Lokal dan Global, Kudus:
Panitia Konferensi NU Kudus, hal. 7-8)
Gus jigang memiliki arti harafih si gus atau putra kyai yang duduk dengan
mengangkat kaki . Gusjigang sendiri merupakan ajaran dari Sunan Kudus yang
mempunyai makna berakhlak bagus, pinter ngaji dan pinter dagang. Melalui
istilah falsafah tersebut Sunan Kudus menuntun pengikutnya dan masyarakat Kudus
menjadi orang yang berkepribadian bagus, tekun mengaji dan dapat berdagang.
Ajaran Gusjigang berpengaruh pada tata laku warga sekitar masjid yang kini
dikenal dengan Kudus Kulon sebagai masyarakat yang agamis dan pintar berdagang.
Keberadaan masjid yang dekat dengan pasar pun memperkuat prinsip prinsip Gusjigang.
(Artikel Swastisoed - Gusjigang Dalam Masyarakat Kudus ~ Swastisoed's
Notes.html)
B. Aspek
Ekonomi, Sosial Budaya Dan Religi Dalam Kehidupan
1. Aspek
Ekonomi
Pengaruh
falsafah Gusjigang yang diajarkan Sunan Kudus sudah merupakan bentuk
pembangunan ekonomi melalui jalur perdagangan. Perdagangan atau perniagaan pada
umumnya ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu
dan menjual barang itu di suatu tempat lain atau pada waktu berikut dengan
maksud memperoleh keuntungan. Sedangkan usaha pedagangan atau perniagaan ialah
segala usaha kegiatan baik aktif maupun pasif termasuk juga segala sesuatu yang
menjadi perlengkapan perusahaan tertentu yang semuanya itu dimaksud untuk
mencapai tujuan memperoleh keuntungan. (Kansil, 2002, Pokok Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, hal. 5)
Falsafah
Gusjigang ini tentunya memunculkan jiwa jiwa wiraswasta yaitu sifat-sifat
keberanian, keutamaan dan keteladanan dalam mengambil resio yang bersumber pada
kemampuan sendiri. Unsur unsur penting dalam wiraswasta yang telah berkembang
karena falsafah Gusjigang sebagai berikut :
1. Unsur
pengetahuan
2. Unsur
ketrampilan
3. Unsur
sikap mental
4. Unsur
kewaspadaan
(Soeksasrono
Wijandi, 1987, Pengantar Kewirausahaan, Bogor: Sinar Baru Agensindo, hal. 5 &
27)
2. Aspek
Sosial Budaya
Sosial
budaya adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi
nuraninya untuk dan atau dalam kehidupan bermasyarakat yang diperuntukkan dalam
kehidupan bermasyarakat. (www. Anneahira.com/definisi-sosial-budaya.htm)
Dalam
sosial budaya terdapat beberapa realitas yang terdapat pada masyarakat
diantaranya : masyarakat, interaksi soaial status dan peran, nilai, norma,
lembaga sosial, sosialisai, perilaku menyimpang, pengendalian sosial. Secara
spesifik keadaan sosial budaya Indonesia sangat kompleks, mengingat penduduk
Indonesia kurang lebih sudah di atas 200 juta dalam 30 kesatuan suku bangsa.
Kesatuan politis Negara Kesatuan Indonesia terdiri atas 6000 pulau yang terhuni
dan jumlah keseluruhan sekitar 13.667 buah pulau dengan bahasa Indonesia
sebagai bahasa penyatu. (www.slideshare.net/mobile/sahraintan/konsep-masyarakat-dan-sosial-budaya-masyarakat-Indonesia)
Falsafah gusjigang sendiri mempunyai sosial budaya
yang kuat pada saat itu, yang salah satunya adalah benda monumental Menara
Kudus sebagai bukti toleransi hidup bersama dengan perbedaan keyakinan. Tiap
kebudayaan yang hendak diwariskan kepada sesuatu angkatan, tidak bisa diterima
secara pasif, apabila kebudayaan itu mau segar bertugas serta hidup terus
dengan subur. Jika tidak ada kegiatan
mencipta yang memberi kehidupan baru kepada kebudayan itu sesuai dengan keadaan
masyarakat yang telah berubah, yang membawa pula nilai-nilai dan ukuran baru,
maka kebudayaan itu akan merana, lantas mati sama sekali pada akhirnya. Nilai
nilai dan ukuran ukuran lama dari kebudayaan yang hendak diwariskan itu hendak
dikaji, dikupas dan diperiksa. Mengaji, mengupas, memeriksa demikian itu adalah
syarat syarat untuk hidupnya sesuatu kebudayaan, sebab hanya dengan cara
demikianlah kebudayaan itu akan mungkin bertunas dengan segar. (Achdiat K
Mihardja, 1948, Polemik Kebudayaan, Jakarta:
Pustaka Jaya, hal. 7)
3. Aspek
Religi
Religi
berasal dari bahasa latin “relegere” yang mengandung arti mengumpulkan dan
membaca, yang sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara cara
mengabdi pada tuhan. (pandidikan.blogspot.nl/2011/03/religi-dan-agama.html?m=1)
Agama
tumbuh bersamaan dengan berkembangnya kebutuhan manusia. Salah satu dari
kebutuhan itu adalah kepentingan manusiadalam memenuhi hajat rohani yang
bersifat spiritual, yakni sesuatu yang dianggap mampu memberi motivasi semangat
dan dorongan dalam kehidupan manusia . oleh karena itu, unsur rohani yang dapat
memberikan spirit dicari dan dikejar sampai akhirnya mereka menemukan suatu zat
yang dianggap suci, memiliki kekuatan, Maha Tinggi dan Maha Kuasa.
(mawarputrujulica.wordpress.com/2011/03/07/filsafat-ilmu-hubungan-iptek-agama-budaya/)
Falsafah
Gusjigang memiliki aspek religi melalui ‘ji’ mengaji yang dapat mengembangkan
dan meningkatkan kereligiusan masyarakat Kudus. Sebagaimana orang shalat akan
mendapatkan ganjaran atas shalatnya, orang yang bersedekah juga diberi pahala
atas sedekahnya. Orang yang berpuasa, menunaikan haji, dan umrah, mereka semua
akan mendapatkan pahala dari perbuatan mereka. Demikian juga dengan orang yang
berdoa (mengaji). Ia akan mendapatkan pahala dari doanya, baik doa itu segera
terkabul maupun ditangguhkan pengabulannya. Namun, banyaknya yang tidak
memahami fikih doa dan pemasalahan seputarnya, sehingga mereka terjerumus pada
kesirikan, bid’ah dan melanggar batas. (Musthafa Al-adawi, 2008, Berdoalah Anda Butuh Allah, Solo: PT
Aqwam Media Profetika, hal. 25&28).
Oleh karena itu, Sunan Kudus mengajarkan agama kepada masyarakat Kudsu secara
rinci dan detail.
C. Implementasi Nilai dalam Masyarakat
Implementasia adalah suatu tindakan atau
pelaksana dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci.
(el-kawaqi.blogspot.com/2012/12/pengertian-implementasi-menurut-para.html?m=1).
Nilai adalah banyak sedikitnya isi; kadar; mutu; sifat-sifat (hal-hal) yang
penting atau berguna bagi kemanusiaan. Sedangkan masyarakat adalah sekumpulan
orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah dengan ikatan aturan
tertentu; segolongan orang-orang yg mempunyai kesamaan tertentu. (Tim Penyusun,
2008, Kamus Bahasa Indonesia,
Jakarta: Pusat Bahasa, hal. 901 & 981). Jadi implementasi nilai dalam
masyarakat adalah suatu penerapan atau tindakan mutu yang berguna bagi
kemanusiaan dalam sebuah sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat
tertentu.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A. Sasaran
Penelitian
Sasaran
dalam karya tulis ini adalah falsafah Gusjigang yang akan diimplementasikan
pada masyarakat Kudus.
B. Sumber
Data
Data
yang diperoleh dari buku literatur, internet yang berkaitan dengan tema dan
dari tokoh masyarakat yaitu Bapak Deni selaku juru kunci Menara Kudus.
C. Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data yang penulis gunakan meliputi :
1. Studi
pustaka
Penulis membaca buku-buku atau media
cetak lain yang ada korelasinya dengan tema yang dibahas.
2. Wawancara
Data data
penulis peroleh dari hasil wawancara dengan tokoh masyarakat yaitu Bapak Deni
3. Observasi
Penulis
melakukan pengamatan terhadap obyek yang sesuai dengan tema
D. Teknik Analisis Data
Teknik
analisis data menggunakan teknik induktif, artinya data yang diperoleh berasal
dari data-data khusus kemudian diambil kesimpulan secara umum dan juga
kesimpulan dari hasil wawancara yang penulis lakukan. Data yang diperoleh
dikelompokkan dan disusun dengan sumber data yang diperoleh.
BAB
IV
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Falsafah Gusjigang
Pada
zaman pengembangan Islam dahulu Sunan Kudus menata kembali kota tua Kudus. Kota tersebut berpusat pada Masjid Al-Aqsha
dan Menara Kudus yang berdekatan dengan
pusat pengajaran ilmu (padepokan) Sunan Kudus yang sekelilingnya merupakan
rumah penduduk. Sunan Kudus mulai mengajarkan kepada murid muridnya dan
masyarakat agar berbudi pekerti yang bagus, rajin / pandai mengaji dan
berdagang. Ajaran ini betul-beul dianut oleh masyarakat kala itu, sehingga
banyak yang sukses menjadi saudagar. Kesuksesan tersebut menyebabkan mereka
berlomba lomba membangun rumah rumah yang bertembok tinggi. Hingga saat ini
kawasan tersebut dikenal dengan kawasan elite Kudus Kulon.
Falsafah
Gusjigang adalah falsafah hidup yang diajarkan oleh Sunan Dja’far Shodiq yang
jika dijabarkan terdiri dari 3 rangkaian kata yaitu ‘gus’ bagus, ‘ji’ ngaji,
‘gang’ dagang. Falsafah ini memang sederhana tetapi falsafah tersebut telah
membangun masyarakat Kudus dari berbagai aspek, terutama adalah aspek religi,
ekonomi, dan sosial budaya. Gusjigang itu sebenarnya tidak hanya berupa
falsafah hidup tetapi juga sebagai suatu kebudayaan dan juga sebagai sebuah
pendidikan karakter yang telah lama diterapkan kepada masyarakat Kudus.
Gusjigang dapat diuraikan sebagai berikut.
1.
Gus atau Bagus sebagai
soft skill merupakan singkatan dari bagus yang berarti bagus akhlak budi
pekertinya. Masyarakat Kudus, khususnya pengikut atau santri santri dari Sunan
Dja’far Shodiq diajarkan bagaimana menjadi manusia yang berakhlak mulia agar
selamat dunia akhirat. Pengajaran dan penyebaran pembangunan karakter di
masyarakat Kudus memang berlangsung agak lama karena masyarakat Kudus pada
awalnya mayoritas beragama Hindu dengan kepercayaan yang kental yang berupa
animisme dan dinamisme.
2. Ji
atau pintar mengaji sebagai hard skill disini merupakan singkatan dari mengaji
yang berarti belajar. Belajar yang diajarkan Sunan Kudus bukan hanya sekedar
belajar kitab-kitab islami, tetapi juga belajar berkehidupan dan bersosialiasi
dengan sesama umat manusia. Dengan adanya mengaji yang diterapkan kepada
masyarakat Kudus, setiap insan di Kudus akan menjadi pribadi yang cerdas yang
dapat memajukan Negara Indonesia. Hal ini masih berada pada masyarakat Kudus
sampai saat ini dengan bukti yaitu sebagian besar generasi muda yang berada di
Kudus menuntut ilmu baik itu melewati lembaga formal maupun non formal.
3. Gang
disini merupakan singkatan dari dagang. Dagang merupakan salah satu ajaran yang diajarkan oleh Sunan Kudus kepada para
pengikutnya untuk dapat bertahan hidup. Sebenarnya bertahan hidup tidak hanya
dapat dilakukan dengan cara berdagang tetapi juga dapat dilakukan dengan cara
apa saja misalnya dengan bercocok tanam, berternak, melaut dan lain-lain.
B. Tinjauan
Ekonomi, Religi, dan Sosial Budaya Falsafah Gusjigang
Falsafah
Gusjigang yang diterapkan kepada masyarakat Kudus mempunyai pengaruh besar yang
membawa perubahan yang sangat signifikan bagi masyarakat Kudus. Falsafah
Gusjigang Tersebut dapat ditinjau dari beberapa aspek, sebagai berikut :
1. Tinjauan
ekonomi
Sosok
Sunan Kudus dikenal sebagai saudagar /
pengusaha ulet untuk mendukung misi dakwahnya menjadi pelopor dan teladan bagi
masyarakat Kudus terutama di sekitar Kudus Kulon. Sunan Kudus mengajarkan cara
bagaimana bertahan hidup dengan berdagang yang pada saat itu Sunan Kudus adalah
seorang pendatang baru yang datang ke Kudus untuk menyebarkan agama Islam
kepada masyarakat Kudus. Beliau datang tidak hanya untuk menyebarkan agama
Islam tetapi juga membangun karakter masyarakat Kudus. Sunan Kudus mengajarkan
berdagang untuk bertahan hidup karena tidak memungkinkan untuk bercocok tanam
pada lahan Kota kudus yang sempit digunakan bercocok tanam untuk mayoritas
Penduduk Kudus. Jika melaut, melaut sangat tidak memungkinkan karena Kudus yang
diapit oleh kota-kota sekitar, bukan diapit oleh pantai-pantai. Kudus Kulon
menjadi embrio perkembangan Kota Kudus. Wilayahnya meliputi Kauman, Kejaksan,
Langgar Dalem, Demangan, Kajeksan dan Sunggingan. Semuanya mengelilingi Masjid
Menara sebagai episentrum sosial ekonomi.
Dikarenakan
Kudus mempunyai lokasi yang sempit, selain itu Kudus pada awalnya masih
terpisah dengan pulau jawa, cara yang paling tepat Masyarakat Kudus untuk
bertahan hidup adalah dengan berdagang. Apalagi pada saat itu Kali Gelis
dianggap kali yang gelis yaitu sungai yang cepat mengantarkan hajat, cepat
membuang kesialan, dan juga cepat memperjualkan dagangan. Pada zaman dahulu
Kali Gelis biasanya digunakan sebagai lalu lintas transportasi dan juga
perdagangan. Ekonomi dan bisnis masyarakat Kudus pesat bersama dengan kota
Jepara dan Demak pada abad 15 yang menjadi meningkat dan dapat bersaing dengan
kota kota besar lainnya. Kebetulan pada saat itu, Kota Kudus mempunyai Kali
Gelis yang masih memiliki fungsi sebagai jalur transportasi dan transaksi
berdagang yang dianggap cepat untuk melakukan transaksi dagang. Semua itu
dilakukan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kudus.
2. Tinjauan
religi
Religi
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Kereligian dalam Falsafah
Gujigang sangatlah kental. Pada saat itu Sunan Kudus melaksanakan tugas dakwah,
maka ajaran beliau menanamkan bagaimana cara berhubungan dengan Allah SWT
dengan benar kepada pengikutnya. Pada falsafah Gusjigang, semua ajaran dari
falsafah Gusjigang mengandung aspek-aspek religius sebagai berikut :
a. Seseorang yang dekat dengan Allah adalah
seseorang yang harus mempunyai akhlak yang bagus. Oleh karena itu Sunan Kudus
mengajarkan bagaimana menjadi manusia yang berbudi luhur dan berakhlak mulia,
karena jika seseorang berakhlak jelek maka manusia tersebut semakin menjauh
dengan Allah.
b. Mengaji,
khususnya mengaji kitab kitab islami untuk mengetahui bagaimana hubungan dengan
Allah. Mengaji kitab dapat mendekatkan diri seseorang kepada Allah, terutama
pada mengaji kitab suci Al-Qur’an.
c. Berdagang
tak hanya sekedar untuk bertahan hidup dan mencukupi kebutuhan duniawi, tetapi
juga dapat diniatkan untuk ibadah kepada Allah SWT, sekaligus untuk mendukung
dakwah pada saat itu.
3. Tinjauan
sosial budaya
Falsafah
Gusjigang yang saat itu mendarah daging pada jiwa masyarakat Kudus Kulon
menyebabkan Kudus dikenal sebagai kota “Saudagar” sekaligus kota “santri”
a. Kota
Saudagar
Banyak
pengusaha dan menjamurnya industri sehingga Kudus terutama Kudus Kulon menjadi
kawasan yang elit. Rumah pada kawasan tersebut pun dibangun sangat bagus dengan
tembok tembok tinggi dan ukiran gebyok yang mahal pada masa itu. Namun saat ini
banyak yang sudah dijual karena berbagai alasan.
b. Kota
Santri
Sejak
Sunan Kudus mengajarkan Gusjigang kepada pengikutnya, Kudus menjadi pusat
penyebaran ilmu. Banyak madrasah dan pondok pondok pesantren yang berada di
Kudus. Santri santri dari berbagai kota bahkan dari negara datang ke Kota Kudus
untuk memperdalam ilmu ilmu Al-Qur’an, Hadist, Falak, Bahasa Arab, Nahwu dan
lain lain.
C. Implementasi
Falsafah Gusjigang pada Masa Kini
Falsafah yang diajarkan oleh Sunan Kudus memang
membawa perubahan yang cukup besar bagi masyarakat Kudus. Oleh karena itu,
terdapat beberapa implementasi dari falsafah Gusjigang pada masa kini,
diantaranya :
1. Penerapan
akhlak sopan, santun dan etika pada generasi muda dapat digunakan untuk
membentengi diri dari pengaruh negatif modernisasi dan globalisasi yang jika
tidak di bentengi akan memporakporandakan kehidupan masyarakat di segala
bidang. Penerapan akhlak yang lebih ditekankan pada generasi muda karena
generasi muda akan menjadi penerus bangsa yang memiliki akhlak mulia akan
memajukan bangsa dan negara di masa mendatang.
Jadi penerapan ini diharapkan dapat menciptakan masyarakat Kudus yang
religius sesuai dengan sebutan Kota Kudus sebagai Kota Santri.
2. Adanya
falsafah Gusjigang yang awalnya mendarah daging di masyarakat Kudus pada
masanya, dapat mengubah masyarakat Kudus menjadi maju dan sejahtera pada saat
itu. Dari hal tersebut dapat diambil implementasi dengan mengubah mental
masyarakat Kudus saat ini menjadi pribadi yang mempunyai mental seorang
pengusaha. Karena pada saat ini banyak masyarakat Kudus yang lebih suka menjadi
buruh atau pekerja daripada membuat usaha sendiri yang memunculkan jiwa
enterpreneurship. Jika masyarakat Kudus setiap orangnya banyak yang mempunyai
jiwa enterneurship maka akan membuat masyarakat Kudus kembali mandapatkan
kejayaan seperti dahulu kembali dengan masyarakat yang sejahtera.
3. Pada
saat itu falsafah Gusjigang digunakan Sunan Kudus untuk strategi dakwah Islam
beliau karena dalam falsafah Gusjigang terdapat perintah untuk berdagang, dalam
berdagang setiap orang pedagang dapat bertemu dengan orang orang dengan beragam
latar belakang. Hal tersebut dapat dijadikan peluang untuk menyebarluaskan
dakwah Islam. Oleh karena itu, salah satu Implementasi dari falsafah gusjigang
tersebut adalah meningkatkan kepedulian dan semangat menyebarluaskan dakwah
Islam dengan dukungan yang kuat dari usaha dagang atau bisnis seperti yang
dilakukan Sunan Kudus pada masanya. Tidak hanya berdagang untuk mencari
keuntungan saja, tetapi juga untuk dukungan dakwah Islam.
Tetapi
pada kenyataannyaa, pada masa sekarang masyarakat Kudus kurang dapat
mengimplementasikan falsafah Gusjigang yang dapat membawa perubahan positif
tersebut. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan antara lain :
1. Kurangnya
kepedulian generasi tua untuk mewariskan ajaran tersebut kepada generasi muda
yang saat ini perlu diajarkan falsafah tersebut agar dapat membentengi
globalisasi yang masuk.
2. Arus
globalisasi yang sangat cepat dan lebih modern mengalahkan falsafah lokal yang
dianggap kuno terutama oleh generasi muda.
3. Kurangnya
perhatian dari pemerintah untuk melestarikan dan menggaungkan kembali falsafah
Gusjigang di tengah masyarakat.
Untuk itu falsafah Gusjigang tersebut perlu
dibudayakan kembali kepada masyarakat Kudus yang dapat dilakukan dengan usaha
usaha sebagai beriku :
1. Memasukkan
falsafah tersebut dalam kurikulum pendidikan formal berbasis kearifan lokal
2. Tokoh
Masyarakat, Kyai, Guru, Ustad menjadi mediator yang sangat tepat untuk
menyampaikan dan menyebarluaskan falsafah ini di tengah masyarakat
3. Pemerintah
Kota Kudus segera memasukkan falsafah tersebut sebagai slogan resmi yang dapat
menarik perhatian Masyarakat Kudus agar dapat mengenal dan menerapkan kembali
falsafah Gusjigang tersebut.
Falsafah
Gusjigang yang diajarkan Sunan Kudus dalam membangun karakter masyarakat Kudus
menjadi lebih baik menyebabkan falsafah tersebut banya diterapkan dan mendarah
daging di masyarakat Kudus pada masanya. Tetapi dengan adanya modernisasi dan
globalisasi falsafah tersebut semakin memudar. Masyarakat Kudus banyak sekali
yang tidak mengetahui apa arti dari ‘Gusjigang’ tersebut, tetapi meskipun
demikian sebagian masyarakat menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari walaupun hal tersebut tak
semendarah daging seperti pada abad ke 15. Hal tersebut dikarenakan kurangnya
perhatian masyarakat untuk mewariskan dan meneruskan falsafah Gusjigang. Untuk
itu, perlu dilakukan usaha usaha yang dapat mengembalikan penerapan falsafah
Gusjigang di masyarakat seperti yang sudah dibahas diatas tadi.
BAB
V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Falsafah
Gusjigang adalah sebuah falsafah yang diajarkan oleh Sunan Kudus dalam
membangun karakter masyarakat Kudus. Gus disini merupakan singkatan dari bagus
yang berarti bagus akhlak budi pekertinya. Ji disini merupakan singkatan dari
ngaji yang berarti belajar. Gang disini merupakan singkatan dari dagang.
2. Falsafah
Gusjigang yang diterapkan kepada masyarakat Kudus mempunyai pengaruh besar yang
membawa perubahan yang sangat signifikan bagi masyarakat Kudus yang dapat
ditinjau dari aspek ekonomi, religi, dan sosial budaya.
3. Banyak
sekali masyarakat Kudus yang tidak mengetahui dan tidak menerapkan falsasah
Gusjigang. Oleh karena itu, agar falsafah tersebut dapat diimplementasikan di masyarakat perlu dilakukan usaha usaha
tertentu, seperti memasukan falsafah tersebut dalam kurikulum pendidikan
formal, menyebarluaskan melaului Tokoh Masyarakat, membuat slogan resmi Kota
Kudus dengan falsafah tersebut.
B. Saran
Melalui
penulisan karya ilmiah ini, penulis berharap agar selalu menerapkan falsafah
Gusjigang yang didalamnya mengandung makna yang berpengaruh besar yang
mempunyai sejarah tersendiri didalam falsafah tersebut. Khususnya bagi kaum
muda sebagai generasi bangsa yang bertugas menjunjung tinggi karakter mulia
agar tercipta bangsa yang berbudi luhur.
Bagi
pemerintah, diharapkan dapat membangun karakter masyarakat dan melestarikan dan
menerapkan warisan warisan bangsa agar menjadi negara yang sejahtera baik
dibidang ekonomi maupun dibidang budi pekerti masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Al-adawi,
Musthafa. 2008. Berdoalah Anda
Butuh Allah. Solo: PT Aqwam Media Profetika.
Kasdi,
Abdurrahman. 2013. Nu dalam Tantangan Lokal dan Global. Kudus: Panitia Konferensi NU
Kudus.
Kansil. 2002. Pokok Pokok
Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia.
Jakarta: Sinar Grafika.
Mihardja,
Achdiat K.
1948. Polemik
Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Said, Nur. 2010. Jejak
Perjuangan Sunan Kudus. Bumi Siliwangi: Brillian Media Pertama.
Tim
Penyusun. 2008. Kamus Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Wijandi,
Soeksasrono.
1987. Pengantar
Kewirausahaan. Bogor: Sinar Baru Agensindo.
Artikel
Swastisoed - Gusjigang Dalam Masyarakat Kudus ~ Swastisoed's Notes.html.
el-kawaqi.blogspot.com/2012/12/pengertian-implementasi-menurut-para.html.
mawarputrujulica.wordpress.com/2011/03/07/filsafat-ilmu-hubungan-iptek-agama-budaya.
ms.m.wikipedia.org/wiki/falsafah.
pandidikan.blogspot.nl/2011/03/religi-dan-agama.html.
www.
Anneahira.com/definisi-sosial-budaya.htm.
LAMPIRAN
DAFTAR PERTANYAAN
WAWANCARA
1.
Menurut Bapak, apakah gusjigang itu dan bagaimana
sejarahnya ?
2.
Bagaimana pengaruh
falsafah tersebut bagi perkembangan kemajuan masyarakat Kudus ?
3.
Manurut Bapak,
bagaimana falsafah tersebut dapat mempengaruhi sektor ekonomi, akhlak dan
keberagaman masyarakat Kudus ?
4.
Saat ini masih
adakah masyarakat yang mengamalkan falsafah tersebut ?
5.
Generasi mudah
saat ini hampir tidak mengenal istilah tersebut, bagaimana menurut Bapak ?
6.
Langkah apa yang
dilakukan agar generasi muda saat ini mengenal dan menjadikan gusjigang sebagai
falsafah hidup ?
7.
Menurut Bapak
masih relevankan falsafah tersebut untuk diterapakan saat ini ?
8.
Bagaimana
penerapan falsafah gusjigang d masyarakat yang sesuai dengan masa sekarang ?
9.
Apa harapan Bapak
terhadap falsafah tersebut bagi masyarakat Kudus khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya ?
No comments:
Post a Comment